Resep Cantik Untukmu.. ^^

Terinspirasi dari Buku Make Up Our Mind karya Floweria. Berikut sedikit yang diulas dalam buku beliau. Semoga bermanfaat. ^_^

Cantiklah dengan Iman, Akhlak dan Ilmu...


Saya selalu kagum terhadap muslimah-muslimah cerdas, cantik, mandiri dan selalu teguh mempertahankan jilbabnya dalam segala aktivitas, seperti halnya setelah melihat sosok-sosok muslimah, Oki Setiana Dewi (OSD), Dian Pelangi, dan Asma Nadia.  Saya rasa, para muslimah yang sholihat sudah kenal dengan ketiga nama muslimah yang saya sebutkan itu, kan? ^^

OSD adalah pemeran Ana Althafunnisa dalam film KCB, penulis 3 buku inspiratif yang BEST SELLER, sosok muslimah yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial, dan juga aktif mengisi banyak kajian dan seminar-seminar motivasi. Ia pun terkenal sebagai pribadi yang cantik, anggun, dan menawan dalam balutan jilbabnya yang selalu matching. Jujur, saya suka sekali dengan cara berpakaian OSD!^^ Tetap mempesona, penuh warna, tapi yang terpenting adalah SYAR'I (itu adalah poin utama).

Nama Dian Pelangi juga sudah tidak asing lagi kita dengar. Terkenal sebagai desainer muda yang sangat berbakat dengan beragam karya luar biasa, menurut saya Dian Pelangi juga memberikan kita inspirasi tentang makna kemandirian dan kerja keras sejak usia muda. Dari berita yang saya baca, Dian Pelangi menggeluti dunia fashion di usia dini dengan pantang menyerah. Karya-karyanya yang cantik, eksklusif, elegan, dan penuh warna berhasil menjadi trend, khususnya di kalangan para muslimah yang ingin tampil "edgy" dan menarik. Selain KEMANDIRIAN dan KERJA KERAS, saya juga cukup mengapresiasi keputusan Dian Pelangi yang menikah muda. Salut dengan keputusannya itu yang mana menunjukkan bahwa menikah di usia muda bukanlah hal yang dapat menghalanginya untuk terus produktif dalam berkarya.

Yang ketiga adalah Asma Nadia, penulis berbakat yang karya-karyanya sudah tidak diragukan lagi karena kerap menjadi best seller. Buku-buku Asma Nadia (New Catatan Hati Seorang Istri, Sakinah Bersamamu, Muhasabah Cinta, Catatan Hati yang Cemburu, UMMI, Twitografi Asma Nadia, dan Catatan Hati Bunda), terpajang manis dan rapi di rak buku saya. Asma Nadia adalah penulis muslimah yang luar biasa apik dalam bertutur dengan caranya yang sederhana namun sangat mengena sampai ke hati. Selain produktif dalam menghasilkan tulisan-tulisan yang mencerahkan, Ibu dua anak ini juga aktif dalam berbisnis dan juga suka traveling keliling dunia (yang ia dapatkan karena keberhasilan tulisan-tulisan yang ia buat).





MasyaAllah...
Selalu saja berdecak penuh kekaguman terhadap sosok-sosok di atas. CANTIK, CERDAS, MANDIRI, dan TETAP BERJILBAB di tengah kepadatan aktivitasnya! Bukankah mereka bisa dibilang sebagai sosok-sosok yang diimpikan? Bahkan almost perfect?

Saya juga sering membaca  komentar dari banyak penggemar mereka. Komentar yang menunjukkan kesukaan dan kekaguman para penggemar kepada mereka. Komentar yang berisikan banyak pujian dan keinginan untuk menjadi seperti mereka… Ya, keinginan untuk menjadi mereka…. Ingin bisa secantik mereka… Bahkan ada pula yang mengatakan, “You’re my idol…

Ahhh…
Tiba-tiba saja saya jadi tersadarkan akan sesuatu yang membuat saya merenung.
Apakah salah jika kita mengagumi seorang muslimah yang cantik berjilbab? Tentu saja tidak!
Apakah salah jika kita menjadikan mereka inspirator kita dalam mengambil nilai-nilai bijak dalam hidup? Tentu saja tidak!
Namun, jika kita mengatakan “Aku ingin bisa cantik kayak Dian Pelangi  yang modis, karena selama ini aku ngerasa tidak menarik”, “Akhwat itu ya kayak Mbak OSD yang tenang, kalem, dan anggun… Kalau masih tomboy gini kayaknya masih belum jadi akhwat deh…”, bahkan sampai ada yang mengatakan “You’re my idol…”, apakah itu salah kah? Ya… Di sini lah saya mulai merasakah ada hal yang janggal.

Apakah akhwat itu selalu identik dengan “harus tenang, kalem, dan anggun”?
Apakah definisi cantik itu harus terlihat modis dan menarik?
Dan yang membuat saya semakin berpikir adalah, Apakah mereka memang idola kita? Bukankah idola kita adalah Rasulullah saw?

Sahabatku, saya tiba-tiba teringat dengan 4 sahabat Rasulullah saw: Abu Bakar yang lembut, Umar bin Khattab yang tegas, Ustman bin Affan yang pemalu, dan Ali bin Abi Thalib yang cerdas. Mereka memiliki karakter masing-masing yang tidak berubah bahkan ketika mereka sudah masuk Islam. Rasulullah saw tidaklah mentarbiyah (mendidik) mereka untuk menjadi pribadi dengan satu karakter yang sama. Rasulullah saw tetaplah menghormati mereka dengan karakternya masing-masing. Walau berbeda, bukankah mereka tetap sahabat Rasulullah? Bukankah mereka juga tetap disebut sebagai ikhwan? Bukankah surga tidak hanya menerima karakter yang lembut, tegas, pemalu, atau cerdas saja? Bukankah yang dilihat Allah swt adalah iman dan ketaqwaan kita?

“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

Sahabatku, sampai saat ini saya terus meyakini dalam hati bahwa Islam tidak membuat para pemeluknya untuk menjadi satu karakter yang sama. Islam tidak mengharuskan dan melabelkan karakter tertentu bagi para pemeluknya. Bagi saya, tidak ada aturan yang mengatakan bahwa “Yang namanya akhwat itu harus gini lhoo…” atau “Dia bukan ikhwan, soalnya dia kayak gitu…” Saya yakin, bagi akhwat atau ikhwan yang dilabeli “bukan kayak gitu”, pasti akan sakit hati, minder, rendah diri, bahkan mungkin bisa pada akhirnya menarik diri dari lingkungan karena merasa “tidak seperti tipe akhwat atau ikhwan pada umumnya yang harus bla, bla, blaa..” Saya menyebutnya sebagai pembunuhan karakter yang berakibat bagi “ketidakterimaan” akan diri sendiri hingga merasa bahwa dalam dirinya sudah tidak ada yang istimewa lagi. Astaghfirullah…

Begitu pula dengan kriteria cantik yang biasa dilekatkan pada sosok akhwat ideal. Akhwat ideal yang menawan dalam berbusana, yang lemah-lembut dalam bertutur, yang jalannya pelan-pelan, dll. Lantas, jadi muncul pertanyaan? Berarti akhwat yang sukanya pakai jilbab gelap, tidak cantik dong? Berarti akhwat yang suka naik sepeda dan pakai tas ransel, tidak menawan dong? Duh! Kalau begini, jadi akhwat pun ternyata sulit ya karena harus begini dan begitu =(  Bukankah  Abu Huroiroh berkata, ‘Ada seseorang yang berkata pada Rosul: Sesungguhnya fulanah melakukan sholat malam dan shoum pada siang hari, tapi pada lisannya ada sesuatu yang dapat menyakiti tetangganya yaitu panjang lidah. Beliau bersabda : “Tidak ada kebaikan padanya, dia di dalam neraka”. Seseorang berkata pada beiau : Sesungguhnya fulanah mengerjakan sholat fardhu, shoum bulan romadhon, bershodaqoh dengan sepotong keju dan tidak ada yang lainnya, serta tidak menyakiti seorangpun. Beliau bersabda : “Dia di dalam surga”. (HR. Al Hakim 7304, Beliau mengatakan : Ini adalah hadits shohihul isnad dan Al Bukhori & Muslim tidak mengeluarkannya)? Adakah para sahabat menemukan bahwa kecantikan fisik merupakan kriteria wanita sholihat yang masuk surga? Adakah para sahabat menemukan bahwa kriteria akhwat yang masuk surga itu adalah yang menawan dalam berbusana, yang lemah-lembut dalam bertutur, atau yang jalannya pelan-pelan?

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada fisik maupun bentuk kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (HR. Muslim no. 1987)

Sahabatku, melalui tulisan ini saya ingin mengatakan agar kita senantiasa bersyukur terhadap apa yang telah Allah swt berikan kepada kita. Kita harus bangga dengan karakter yang Allah swt lekatkan kepada kita. Kita juga harus menerima dengan mengembangkan potensi yang sudah Allah swt amanahi kepada kita. Kita gunakan karakter dan potensi kita untuk bersama-sama mensyiarkan Islam. Ibarat rumah, kalau semua ingin jadi atap atau jendela, bukankah rumah tersebut tidak akan terbangun dengan kokoh?  Begitu pula dengan kita. Setiap diri kita pasti Allah anugerahi karakter dan potensi yang berbeda-beda agar bisa saling mengokohkan bangunan dakwah Islam ini. Ada akhwat yang berkarakter tegas, akhwat yang lembut, akhwat yang tomboy, akhwat yang feminin, akhwat yang serius, akhwat yang supel, dll. Tidak ada yang salah dengan perbedaan tersebut, asalkan tidak menyimpang dari adab-adab syar’i dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.

Yakinlah, bahwa masing-masing kita adalah istimewa. Yakinlah bahwa masing-masing kita adalah spesial. Yakinlah bahwa Allah tidak melihat kecantikan fisik kita, melainkan kecantikan hati kita. Percaya deh, kalau hatinya sudah cantik, otomatis kita akan jadi pribadi yang cantik dan menyenangkan orang-orang di sekeliling kita? :) Lagi pula, saya sudah cukup berbangga diri ketika yang mengatakan kalau saya cantik adalah Ibu dan Ayah saya! Hehe…^^ Ya iyalah, untuk apa cantik hanya untuk orang lain namun untuk keluarga sendiri kita malah tidak mempesona?

Dan lagi, bukankah definisi cantik itu berbeda-beda? Ada yang bilang cantik itu harus tinggi. Cantik itu yang kulitnya putih. Cantik itu hidungnya pasti mancung. Cantik itu yang suka pakai warna pink. Kalau kita ngikutin semua "cantik itu harusnya bla, bla, bla...", kemungkinan besar kita yang akan jadi stress sendiri. Sumber kegelisahan hati adalah selalu mengikuti dan mementingkan perkataan manusia, sedangkan sumber ketenangan hati adalah hanya menginginkan penilaian Allah. Jadi, satu tujuan yang saya rasa harus ditanamkan bagi para muslimah adalah bukan melulu cantik di dunia yang banyak banget kriterianya, melainkan juga cantik di surga, yakni kecantikan yang melebihi kecantikan para bidadari surga karena amal ibadah yang telah kita lakukan di dunia…^_^

Semoga tulisan ini menjadi salah satu pengingat bagi kita semua untuk senantiasa bersyukur... Aamiin Ya Rabb…..=)

“Dan ketika Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Q.s. Ibrahim: 7)


Tips CANTIK:
  1. Kadangkala, kecantikan itu akan muncul secara alami jika kita percaya diri, lho! Percaya diri dalam arti menerima segala kelebihan dan kekurangan dengan penuh syukur. Tetap MOVE ON+OPTIMIS dalam menjalani hidup. Penasaran? Cobain deh...^^
  2. Jangan jadi muslimah cantik dengan standar kecantikan yang biasa karena pasti banyak saingannya! Melainkan, jadilah muslimah yang cantiknya LUAR BIASA dengan IMAN, AKHLAK dan ILMU. Insya Allah cantiknya sampai surga... Allahumma aamiin...^^
  3. Mempercantik hati untuk Rabb kita semata, mempercantik pikiran agar bisa memberi sumbangsih bagi ummat, mempercantik tutur kata dan tindakan agar tidak menyakiti orang lain, serta tak lupa mempercantik diri untuk para insan yang menyayangi kita dengan sepenuh hati (orangtua, adik, kakak, sahabat).. ^^

0 komentar:

Mencintai-Mu Apa Adanya


Tuhanku, Aku masih ingat, saat pertama dulu aku belajar mencintai-Mu. Kajian demi kajian tarbiyah kupelajari, untai demi untai kata para ustadz kuresapi. Tentang cinta para nabi, tentang kasih para sahabat, tentang mahabbah orang shalih, tentang kerinduan para syuhada. Lalu kutanam di jiwa dalam-dalam, kutumbuhkan dalam mimpi idealisme yang mengawang di awan.

Tapi Rabbi… Berbilang hari demi hari dan kemudian tahun berlalu, tapi aku masih juga tak menemukan cinta tertinggi untuk-Mu, aku makin merasakan gelisahku membadai dalam cita yang mengawang, sedang kakiku mengambang. Hingga aku terhempas dalam jurang dan kegelapan.

Allahu Rahiim, Illahi Rabbii, perkenankanlah aku mencintai-Mu semampuku. Perkenankanlah aku mencintai-Mu, sebisaku. Dengan segala kelemahanku.

Ilaahi, Aku tak sanggup mencintai-Mu dengan kesabaran menanggung derita. Umpama Nabi Ayyub, Musa, Isa hingga Al-Mustafa. Karena itu ijinkan aku mencintai-Mu melalui keluh kesah pengaduanku pada-Mu, atas derita batin dan jasadku, atas sakit dan ketakutanku.

Rabbii, Aku tak sanggup mencintai-Mu seperti Abu Bakar, yang menyedekahkan seluruh hartanya dan hanya meninggalkan Engkau dan Rasul-Mu bagi diri dan keluarganya. Atau layaknya Umar yang menyerahkan separo hartanya demi jihad. Atau Ustman yang menyerahkan 1000 ekor kuda untuk syiarkan Dien-Mu. Ijinkan aku mencintai-Mu, melalui 100-500 perak yang terulur pada tangan-tangan kecil di perempatan jalan, pada wanita-wanita tua yang menadahkan tangan di pojok-pojok jembatan. Pada makanan-makanan yang terkirim ke handai taulan.

Illahi, Aku tak sanggup mencintai-Mu dengan khusyuknya shalat salah seorang sahabat nabi-Mu, hingga tiada terasa anak panah musuh terhujam di kakinya. Karena itu Ya Allah, perkenankanlah aku tertatih menggapai cinta-Mu, dalam shalat yang coba kudirikan dengan terbata-bata, meski ingatan kadang melayang ke berbagai permasalahan dunia.

Rabbii, aku tak dapat beribadah ala orang-orang shalih atau bagai para hafidz dan hafidzah yang membaktikan seluruh malamnya untuk bercinta dengan-Mu dalam satu putaran malam. Perkenankanlah aku mencintai-Mu, melalui satu - dua rakaat sholat lailku, atau sekedar sunnah nafilahku, selembar dua lembar tilawah harianku. Lewat lantunan seayat dua ayat hafalanku.

Yaa Rahiim, aku tak sanggup mencintai-Mu semisal para syuhada, yang menjual dirinya dalam jihad bagi-Mu. Maka perkenankanlah aku mencintai-Mu dengan mempersembahkan sedikit bakti dan pengorbanan untuk dakwah-Mu, dengan sedikit pengajaran bagi tumbuhnya generasi baru.

Allahu Kariim, aku tak sanggup mencintai-Mu di atas segalanya, ijinkan aku mencintai-Mu dengan mencintai keluargaku, membawa mereka pada nikmatnya hidayah dalam naungan Islam, manisnya iman dan ketabahan. Dengan mencintai sahabat-sahabatku, mengajak mereka untuk lebih mengenal-Mu, dengan mencintai manusia dan alam semesta.

Perkenankanlah aku mencintaiMu semampuku, Yaa Allah. Agar cinta itu mengalun dalam jiwa. Agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku.

Aamiin...










0 komentar:

Kata Cowok Tentang Cewek Berjilbab #H-2


 ( Diambil dari buku Gara-Gara Jilbabku? By Asma Nadia, dkk. )

"Seandainya jilbab bukan kewajiban, bagi saya jilbab tetap memberi keindahan yang lain. Tapi sayang, masih ada yang melihat jilbab disisi syar’i semata. Mereka tidak peduli dengan warna, motif apalagi bentuk. Apakah warna, motif dan bentuk merupakan keharusan berjilbab? TIDAK. Tapi, kenapa harus alergi dengan penawaran-penawaran seperti itu? Tuhan menciptakan keindahan dalam bentuk wanita dengan segala batasan-batasannya. Kita menjaga dan menambah keindahan itu dengan segala batasan-batasannya."( Biru laut, penulis buku Aku Begitu Mencintaimu)

"Kalo ingat masa SMA, akhwat berjilbab terlihat lebih terjaga, menyejukkan pandangan dan Insya Allah bisa diandalkan. Kalau ada, saya pesan satu ya? He he he.. serius nih."( Widhi Saputro, illustrator)

"Cewek berjilbab itu.. cantik tenan, Rek! Yap mau keningnya lebar kayak pematang sawah, mau hidungnya pesek kayak ragi masuk angin, mau pipinya jerawatan kayak korban perang bintang, bagi saya mereka tetap cantik. Inner beauty yang keluar dari cewek berjilbab bukan bernama fisik, tapi bernama iman dan pemahaman yang dalam. Lagipula, saya yakin cewek berjilbab lebih dihargai Allah ketimbang yang tidak. At least, karena mereka patuh pada titah Allah SWT, bukan semata keinginannya saja."( Asa Mulchias, Penulis buku Kuntilanak, Here I come!)

"Menyamaratakan semua jilbabers adalah sebuah kesia-siaan. Persamaan mereka adalah mereka rela menutup aurat untuk menjalankan perintah Tuhan. Kalau mereka juga menjilbabi hati dan akhlaknya, ini adalah plus kedua. Dan beberapa orang, setelah berjilbab menjadi lebih cantik penampilannya, ini adalah bonus. Tapi cantik prilakunya, itu adalah buah manis. Ikuti mode, tentu saja boleh. Bersikap tegas, tentu saja boleh.Satu lagi, jangan galak-galak ya? J Asyik-asyik aja gitu.."( Ekky al-Malaky, P, Penulis buku Protes, protes, protes)

"Cewek berjilbab itu kayak kue yang dibungkus plastik. Kesannya lebih mahal. Beneran. Sumpah!"( Adji, Penulis buku Pelangi Hati dan Will U Marry Me? )

"RUMAH SAKIT! Begitu yang terlintas di kepala, setiap aku ketemu sama cewek berjilbab. Lho, apa hubungannya? Jelas ada! Rumah sakit selalu berada dalam keadaan steril. Begitu juga cewek berjilbab, steril dari keinginan laki-laki untuk memandang secara berlebihan. Kecuali keinginan untuk… menikahi! Hihihi… maklum dah, namenye juga masih jomblo!"( Denny Prabowo, Penulis buku Pemuda dalam Mimpi Edelweiss)

"Aku suka cewek cantik dan pinter. Suka ngelaba-ngelaba kecil. But, with jilbab, serasa ada jarak yang enggan kutembus. Berjilbab means dia komit penuh to what she trust. Aku jadi hormat."( Wedha, Ilustrator dan Disainer)

"Dimata saya, jilbaber itu menghadirkan rasa adem, kagum, pokoknya semua yang baik-baik hadir di perasaan saya setiap lihat jilbaber. Ada nilai plus-nya lah. Terlebih, saya langsung merasa sebagai saudaranya. Jangankan mau macem-macem, orang lain yang menggoda pun, sepertinya saya ingin turun-tangan untuk menjaganya. Di depan mata saya, nggak ada yang boleh mengganggu dia, karena dia telah menjaga dirinya dengan menunjukkan identitasnya sebagai muslimah, sebagai saudara saya. Jadi kalo ada yang menggoda, nakal, iseng ataupun macem-macem sama jilbaber, berarti dia harus berhadapan dengan saya."( S. Gegge Mappangewa, Penulis buku Kupu-Kupu Rani)

"Ya, kalau menurut pribadi Ali sendiri, selain seneng karena hari gini masih ada cewek yang mau menjaga auratnya, cewek berjilbab itu lebih sejuk dilihatnya, selain juga menjauhkan cowok dari pandangan yang nggak semestinya. Tapi nggak ngilangin juga unsur-unsur seninya. Karena seni itu indah dan Allah suka akan keindahan."(Ali Ichsan, illustrator)

"Jilbab itu bikin cewek keliatan cakep, asal makenya bener. Jadi, kita mandangnya nggak macem-macem. Cewek berjilbab rapi lebih enak diajak berinteraksi."( Koko Nata, penulis buku No Hp No Cry)

"Salam jilbab,kalau menurut gue, cewek yang memakai jilbab itu keren banget lho ( lebih-lebih dipandang dari kacamata islam). Tapi yang nggak enaknya kalo ngeliat cewek sekarang memakai jilbab tidak pada tempatnya. Memakai jilbab sekaligus mengenakan pakaian super ketat, sehingga lekuk-lekuk tubuhnya membayang. Kan sama aja tuh! Lagipula gue kurang setuju jilbab sering dimodis-modisin, sehingga cenderung mengundang hasrat negative. Segitu aja. Bagi cewek berjilbab; “berjilbablah selayaknya berjilbab!”( Rifan)

"Cewek berjilbab tau menghargai dirinya. Dia juga bikin cowok deg-deg an. Soalnya makin banyak misterinya."( Gola Gong, penulis buku Hari Senjakala )

"Jilbab tak pernah mampu menyembunyikan kecantikan seorang wanita. Jilbab justru makin menegaskan kecantikan, kelembutan, kesalehan dan pesona wanita."( Irwan Kelana : cerpenis, novelis dan wartawan harian umum Republika)

"Gw suka ama cewek jilbab. Apalagi anaknya pinter. Tapi kadang suka risih kalo liat cewek jilbab, gaun ketat n bawahnya street. Tapi lagi gw nggak suka cewek jilbab yang terlalu gombrang gitu. Kesannya kayak emak-emak. Menurut gw, boleh dong pake jilbab gaya, asal pas n enak diliat. Rapi, gitu lho…"( Zaenal Radar T. , Cerpenis)

Dan yang terakhir My Opinion Jilbab adalah kebutuhan. Tanpa jilbab, saya tidak bisa keluar rumah :p. Jilbab adalah kewajiban, bukan sebuah pilihan karena tertera jelas dalam Qs. An-nur : 31 dan Qs. Al-Ahzab : 59, kalo jilbab itu kewajiban tapi ga dilaksanakan, balasannya apa??
Jilbab adalah identitasku sebagai muslimah, karena bisa jadi orang lain mengira kita bukan seorang muslim dikarenakan kita tidak berjilbab. Kalaupun ada alasan belum siap berjilbab, sama halnya kematian datang juga ga nanya siap atau enggak.. Hehe :D

Jika ada dua orang yang saling memojokkan terdiri dari wanita yang belum mengenakan jilbab tapi dia selalu melakukan kebaikan, dan wanita satunya adalah yang telah mengenakan jilbab tapi dia belum bisa meninggalkan kelakuan buruknya. Mereka berdua sama. Tapi wanita yang telah mencoba mengenakan jilbab (Jilbab syar’i), punya point lebih dimata saya. Setidaknya dia sudah menjaga pandangan lelaki terhadapnya dan masalah kelakuan buruknya, semua butuh proses. Untuk wanita yang pertama, mungkin kebaikanmu telah membuatmu merasa cukup. Namun seorang wanita yang belum mengenakan jilbab namun rajin melakukan kebaikan-kebaikan, diibaratkan layaknya seorang yang membawa satu buah kendi berisi air, namun kendi itu berlubang.

Saudariku, Jilbab itu ga seberat mantel.. Juga ga setebel karung goni.. hanya selembar kain penutup kepala, seringan itu masihkah terasa berat memakainya ??

Jilbab bukanlah perintah saya, tapi Allah, Tuhan kita yang memerintahkannya.

Jilbab is my choice, Jilbab is my identity, Aren’t you, ukhti?? :)

Wallahu a'lam.



2 komentar:

HIJAB IS MY IDENTITY #H-1


Rasulullah saw. bersabda: "Neraka diperlihatkan kepadaku. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita.." (HR Ahmad)..

- Syaidina Ali ra suatu ketika melihat Rasulullah saw menangis manakala ia datang bersama Fatimah. Lalu dia bertanya mengapa Rasulullah saw menangis. Beliau menjawab; "Pada malam aku di-isra'- kan, aku melihat perempuan-perempuan sedang disiksa dengan berbagai siksaan didalam neraka. Itulah sebabnya mengapa aku menangis. Karena menyaksikan mereka disiksa dengan sangat berat dan mengerikan. Putri Rasulullah saw kemudian menanyakan apa yang dilihat ayahandanya. "Aku lihat ada perempuan digantung rambutnya, otaknya mendidih.

Aku lihat perempuan digantung lidahnya, tangannya diikat ke belakang dan timah cair dituangkan ke dalam tengkoraknya. Aku lihat perempuan tergantung kedua kakinya dengan terikat tangannya sampai ke ubun-ubunnya, diulurkan ular dan kalajengking. Dan aku lihat perempuan yang memakan badannya sendiri, di bawahnya dinyalakan api neraka. Serta aku lihat perempuan yang bermuka hitam, memakan tali perutnya sendiri. Aku lihat perempuan yang telinganya pekak dan matanya buta, dimasukkan ke dalam peti yang dibuat dari api neraka, otaknya keluar dari lubang hidung, badannya berbau busuk karena penyakit sopak dan kusta. Aku lihat perempuan yang badannya seperti himar, beribu-ribu kesengsaraan dihadapinya. Aku lihat perempuan yang rupanya seperti anjing, sedangkan api masuk melalui mulut dan keluar dari duburnya sementara malaikat memukulnya dengan gada dari api neraka," kata Nabi saw.

Fatimah Az-Zahra kemudian menanyakan mengapa mereka disiksa seperti itu?

Rasulullah menjawab, "Wahai putriku, adapun mereka yang tergantung rambutnya hingga otaknya mendidih adalah wanita yang tidak menutup rambutnya sehingga terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya." Perempuan yang digantung susunya adalah istri yang menyusui anak orang lain tanpa seizin suaminya. Perempuan yang tergantung kedua kakinya ialah perempuan yang tidak taat kepada suaminya, ia keluar rumah tanpa izin suaminya, dan perempuan yang tidak mau mandi suci dari haid dan nifas. Perempuan yang memakan badannya sendiri ialah karena ia berhias untuk lelaki yang bukan muhrimnya dan suka mengumpat orang lain. Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting api neraka karena ia memperkenalkan dirinya kepada orang lain yang bukan muhrim dan dia bersolek supaya kecantikannya dilihat laki-laki yang bukan muhrimnya.

Perempuan yang diikat kedua kaki dan tangannya keatas ubun-ubunnya lalu ular dan kalajengking datang mengigit dan menyiksanya karena ia bisa shalat tapi tidak mengamalkannya dan tidak mau mandi junub. Perempuan yang kepalanya seperti babi dan badannya seperti himar ialah tukang umpat dan pendusta. Perempuan yang menyerupai anjing ialah perempuan yang suka memfitnah dan membenci suami." Mendengar itu, Sayidina Ali dan Fatimah Az-Zahra pun turut menangis. Betapa wanita itu digambarkan sebagai tiang negara, rusak tiang, maka rusak pula negara, akhlak dan moral…

Sahabat ada pula cerita mengenai wanita yg telah sadar dari komanya, ( di salur dari fb sahabat tidak ada maksud lain semoga ini bermanfaat)

"Ustadz...Allah itu Maha Besar, Maha Agung, Maha Kaya. Sewaktu koma itu, saya telah diazab dengan siksaan yang benar-benar pedih atas segala kesalahan yang telah saya buat selama ini. "Benarkah itu?" tanya saya, terkejut. "Benar Ustadz. Semasa koma itu saya telah ditunjukkan oleh Allah tentang balasan yang Allah berikan kepada saya. Balasan azab Ustadz, bukan balasan syurga.

Saya merasa seperti diazab di neraka. Saya ini seumur hidup tak pernah pakai jilbab. Sebagai balasan, rambut saya ditarik-tarik dengan bara api. Sakitnya tidak bisa diungkapkan bagaimana sangkin pedihnya. Menjerit-jerit saya minta ampun minta maaf kepada Allah."

"Hari-hari saya disiksa. Ketika rambut saya ditarik dengan bara api, sakitnya terasa seperti tercabut kulit kepala. Panasnya pun menyebabkan otak saya terasa seperti menggelegar. Azab itu sangat pedih... sangat pedih sekali...tak bisa diceritakan sangkin pedihnya."

Wanita itu juga berpesan kepada saya, katanya, "Ustadz, kalau ada perempuan Islam yang tak pakai jilbab, Ustadz ingatkanlah pada mereka, pakailah jilbab." Cukuplah saya seorang saja yang merasakan siksaan itu, saya tidak mau wanita lainpun menjadi seperti saya.

Sewaktu diazab, saya lihat ketetapan yang Allah beri ialah setiap sehelai rambut wanita Islam yang sengaja diperlihatkan kepada orang lelaki yang bukan mahramnya, maka dia diberikan satu dosa. Kalau 10 orang lelaki bukan mahram melihat sehelai rambut saya ini, bermakna saya mendapat 10 dosa."

"Tapi Ustadz, rambut saya ini banyak jumlahnya, beribu-ribu. Kalau seorang terlihat rambut saya, ini bermakna beribu-ribu dosa yang saya dapat. Kalau 10 orang yang melihat, bagaimana? Kalau 100 orang melihat? Itu sehari, kalau hari-hari kita tidak memakai jilbab macam saya ni??? Allah..."


Sahabat yang baik hati, tentunya kita tidak ingin termasuk wanita yg di gambarkan di atas..Kita ingin menjadi wanita yg sholihah, Wanita sholihah adalah bidadari dunia dan Kalau pun kita wafat, semoga Allah akan menjadikan kita ratu bidadari di akhirat nanti…

Sahabat kita ingin menjadi wanita muslim yg sholihah, salah satu nya agar kita berupaya selalu dengan rasa senang hati selalu menjaga hijabnya , jilbabku adalah nilaiku, lambang kepatuhan kita kepada perintah Allah. Penilaian hakiki hanya dari Allah, akan terpuaskan kita akan penilaianNya. Karena kita adalah berlian mahal yang tidak mudah terjamah oleh sembarang orang dan bukan batu kerikil yang banyak bertebaran di jalan-jalan dan mudah di pegang. Sehingga dia tidak keluar kecuali dalam keadaan berhijab rapi, mencari perlindungan Allah dan bersyukur kepadaNya atas kehormatan yang diberikan dengan adanya hukum hijab ini, dimana Allah Subhaanahu wata’ala menginginkan kesucian baginya dengan hijab tersebut. Allah berfirman:

"Katakanlah, kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang tampak darinya. Hendaklah mereka mengulurkan/menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau mertua mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung." - Surah Al-Nur (24): 31.. Semoga kita semua (para akhwat) dapat terus berusaha tuk menjadi wanita sholihah..Aamiin..

Ketika mengenalmu, hati selalu bertanya
Sudah siapkah aku
Akhirnya ku mengerti, kutelah jatuh hati
Dan menjilbabkan diriku
Indahnya..oh teduhnya..cantik hatiku
Hijab..hijab..i’m in love
Kau menjaga hati dan diriku
Hijab..hijab..i’m in love
Kutemtram bersamamu..
Semenjak bersamamu, kau hiasi hariku
Ceriakan selalu…
Takkan kulepas lagi, karena kau tlah menjadi
Bagian dari hidupku..
Mereka selalu berkata
Tuk menunda dirimu
Karena ingin menghijabkan hatinya dulu
Namun sampai kapankah semua bisa berubah
Karena hati manusia tempat khilaf dan salah..
(HIJAB, I’m in love, OSD & Sindy)

#EDISI HIJAB DAY (14FEB)


2 komentar:

kisah inspiratif 'Cinta Sejati'

 BELENGGU CINTA SUAMIKU

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

course : http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/07/kisah-inspirasi-untuk-para-istri-dan-suami/

0 komentar:

Kisah Pohon Apel


Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.
Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang……… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
“Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” “Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.
“Ayo bermain-main lagi deganku,” kata pohon apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.” Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel. “Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu. “Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali.
Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil.”[QS.al Isra: 23-34]
Kami perintahkan kpd manusia supaya beruntuk baik kpd dua orang ibu bapaknya, ibu mengandung dgn susah payah, dan melahirkan dgn susah payah (pula). Mengandung sampai menyapih ialah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umur sampai empat puluh tahun, ia berdo’a “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku untuk menysukuri nikmat Engkau yg telah Engkau berikan kpdku dan kpd kedua orang tuaku dan supaya aku dpt beruntuk amal yg shalih yg Engkau ridlai, berilah kebaikan kpdku dgn (memberi kebaikan) kpd anak cucuku. Sesungguh aku bertaubat kpd Engkau dan sesungguh aku termasuk orang-orang yg berserah diri” [Al-Ahqaaf : 15]











course : http://blog.its.ac.id/syafii/2010/01/07/kisah-pohon-apel-memahami-cinta-kasih-seorang-ibu-melalui-sebuah-cerita-sederhana/

0 komentar:

Surat Cintaku Untuk Allah

Ya Allah…. Terkadang aku merasa begitu Engkau sayangi. Bagaimana tidak, seburuk apapun perlakuanku pada-Mu, tetapi Engkau tak pernah marah. Kau tetap sabar menghadapiku. Dengan tatapan kasih sayang dan kelembutan-Mu, Kau penuhi segala kebutuhanku, Kau penuhi semua permintaanku. Benarlah jika ada ungkapan yang pernah aku dengar dari orang lain yang mengatakan bahwa kasih sayang-Mu kepada makhluk ciptaan-Mu melebihi kasih sayang seorang ibu walaupun ada satu juta ibu yang dikumpulkan di muka bumi ini. Kasih sayangMu selalu mendahului murka-Mu

Ya Allah…. Maafkan aku jika sering berjalan di muka bumi-Mu dengan mata bisa melihat, tetapi buta. Telinga bisa mendengar, tetapi tuli. Mulut bisa berbicara, tetapi bisu. Kaki bisa berjalan, tetapi lumpuh. Dan kami sering merasa paling pintar, tetapi sesungguhnya bodoh. Kami berjalan bagai mayat sombong, tertawa terbahak-bahak, tak mengerti untuk apa hidup di dunia ini. Astaghfirullah.

Ya Allah…. Maafkan aku jika masih sering mengeluh atas setiap takdir yang Kau tetapkan untukku. Kadang aku tak mampu membaca rahasia-Mu, membaca maksud yang tersirat atas setiap takdir-Mu. Aku masih suka merasa bahwa Kau tak memberikan yang aku pinta. Padahal seharusnya aku yakin, apapun yang Kau berikan untukku, apapun yang terjadi dalam hidupku, semua itu pasti yang terbaik untukku, tak ada yang sia-sia sedikitpun. Tak mungkin Kau mencelakai hamba-Mu, seharusnya aku sadar akan hal itu.

Ya Allah…. Maafkan aku jika masih kurang bersyukur atas setiap nikmat yang Kau berikan. Seringkali kenikmatakan membutakan mata hatiku. Hingga tanpa sadar akupun lupa mengucap syukur kepada-Mu. Padahal semua nikmat adalah pemberian dari-Mu dan aku pun tahu Kau pernah berjanji, apabila aku besyukur, Kau akan tambah nikmat itu padaku. Tetapi kenyataannya aku pun sering tak bersyukur, dan kufur atas setiap nikmat yang Kau berikan.

Ya Allah…. Engkaupun tahu masih sedikit sekali amal sholehku selama ini. Sudah sedikit, amal sholeh itupun masih kurang sempurna, terkadang masih aku nodai dengan niat-niatan duniawi yang terkadang tak kusadari. Terkadang ada rasa riya dan ingin dilihat oleh orang lain. Engkau pasti lebih tahu bisikan hatiku. Mungkin kalaupun amal sholehku dikumpulkan, itupun takkan cukup untuk menutupi dosa-dosa yang telah kuperbuat.

Ya Allah…. Betapa seringnya aku bertaubat, tetapi tanpa kusadari aku kembali ingkar kepada-Mu. Betapa sering aku memohon ampun, tetapi setelah itupun aku kembali mengotori hatiku. Lagi-lagi Engkaupun lebih tahu daripada diriku sendiri. Bahkan tanpa sadar dosa-dosa itupun aku lakukan dengan kebanggaan. Astagfirullah.

Ya Allah…. Sahabat-sahabatku, keluargaku, ade-adeku mungkin menganggapku orang baik. Padahal jika mereka tahu seberapa hinanya diriku, seberapa kotornya hati ini, mungkin jangankan mereka mau mengenalku, menatap wajahku pun mereka tak kan pernah sudi. Tetapi lagi-lagi Kau tutupi semua aib-aibku di depan mereka. Kau biarkan aku terlihat baik di depan mereka, padahal sesungguhnya aku hanya seorang hamba yang hina dihadapan-Mu.

Ya Allah…. Aku tak tahu sampai kapan Kau izinkan aku hidup di dunia ini. Semua adalah rahasia-Mu. Tetapi ya Allah, jika aku boleh memohon pada-Mu, sudilah kiranya Kau tetap menyangiku hingga kelak kematian tiba. Mungkin setelah menulis surat inipun, aku akan melakukan dosa kembali, tetapi satu pintaku ya Allah, jangan pernah Kau tinggalkan aku sedikitpun, walaupun aku sering pergi meninggalkan-Mu. Tegur aku dengan lembut ya Allah, jika aku mulai jauh dari-Mu. Bimbing setiap bisikkan hatiku, setiap lisanku, dan setiap langkahku agar setia pada jalan-Mu.

Ya Allah…. Jangan Kau panggil aku sebelum aku bisa membahagiakan dan membalas kebaikan kedua orang tuaku. Walaupun aku tahu, apabila aku bisa memberi dunia dan seisinya kepada mereka, itupun takkan pernah sebanding dengan pengorbanan yang mereka lakukan untukku. Tetapi jika Kau berkehendak memanggil aku sebelum aku bisa membahagiakan keduanya, maka aku titipkan mereka pada-Mu. Bahagiakanlah mereka ya Allah, dunia dan akhirat. Jadikan setiap kebaikan yang mereka lakukan untukku sebagai penghapus dosa-dosa mereka. Aku yakin Engkaulah sebaik-baiknya pemberi balasan.

Ya Allah…. Ada juga orang-orang yang kusayangi selain orang tua dan keluargaku. Mereka tak satu darah denganku, mereka tak satu orangtua denganku, tetapi mereka sangat menyayangiku dan aku pun menyayangi mereka. Merekalah saudara spiritualku di jalan-Mu. Mereka yang mengajariku tentang indahnya mencintai-Mu dan Kekasih-Mu. Mereka yang selalu hadir saat aku jauh dari orangtua dan keluargaku. Mereka dengan sabar mau menerima segala kekurangku. Aku mohon ya Allah, sayangi pula mereka. Bimbing jalan mereka saat aku tak berada di dekatnya. Kumpulkan kelak kami di surga-Mu sebagaimana Kau kumpulkan kami di dunia ini.

Ya Allah…. Pintaku yang terakhir, jikalau nanti saat itu tiba, saat dimana malaikat maut menjemputku, bimbinglah lisan hamba untuk hanya menyebut nama-Mu. Jangan biarkan aku menyebut sesuatu yang kucintai di dunia ini. Karena aku ingin kembali kepada-Mu, tanpa membawa cinta yang lain selain cintaku pada-Mu. Matikan aku khusnul khotimah ya Allah dan penuhi dadaku dengan rasa rindu berjumpa dengan-Mu dan kekasih-Mu. Tak ada yang lebih kuinginkan kecuali bisa menatap wajah-Mu dan memeluk-Mu kelak di surga.

Terimalah semua doaku ya Allah, ampuni segala dosaku, kasihanilah aku dan sayangi aku hingga di hari aku menutup mata selamanya, kembali kepelukan-Mu. Jika Kau tak mau menerimaku, kemana lagi aku harus kembali? Karena aku berasal dari-Mu dan kelak akan kembali kepada-Mu.

Sembah Sujudku,
Hamba yang penuh dosa

#statusbooks

2 komentar:

Mengapa Ibu Menangis?


Anak: "Mengapa Ibu menangis?"
Ibu menjawab: "Karena aku adalah seorang wanita."
Anak: "Saya tidak mengerti Ibu..."
Ibunya memeluk dan mendekap kepala anaknya kemudian dirapatkan ke dadanya sambil berkata, "Anakku, kamu tidak akan pernah bisa memahami".
Anak itu masih belum mengerti, lalu bertanya lagi, dan tidak kunjung mendapat jawaban. Maka anak itu bertanya kepada Bapaknya: "Ayah, mengapa wanita menangis tanpa sebab?"
Bapaknya juga tidak bisa menjawab. Dia hanya bisa berkata: "Memang benar, wanita suka menangis tanpa sebab."
Anak itu masih tidak mengerti tentang tangisan Ibu. Bapaknya juga tidak bisa memberikan jawaban yang diinginkan. Maka anak itu datang menemui kakeknya dan bertanya: "Kakek, mengapa wanita menangis dengan mudah tanpa sebab?"
Kakek menjawab:
"Wahai cucuku! Ketika Allah menciptakan wanita, Allah juga menciptakan sesuatu yang menjadi ciri khas wanita sehingga memiliki keistimewaan. Allah menjadikan wanita sebagai orang yang memiliki kekuatan sempurna supaya mampu menanggung bebab hidup yang berat. Allah memberikannya kecantikan yang sempurna supaya disenangi laki-laki. Allah memberikan kekuatan fisik yang ada di bagian dalam supaya mampu melahirkan generasi penerus. Allah memberikan dada yang kuat dan lebar supaya mampu menampung semua keluhan dan bisa digelayuti anak-anaknya, mengurus dan memperhatikan keluarga... Allah memberikan kekuatan menahan rasa sakit supaya tidak mudah putus asa dan dengan rasa sakit itu justru semakin dalam dan besar rasa kasih sayangnya serta tidak pernah mengeluh. Allah memberikan perasaan dan emosi yang kuat untuk dijadikan senjata mencintai anak-anaknya setiap waktu dan dalam situasi apa pun, sekalipun kadang anak-anaknya menyakiti hatinya. Allah memberikan kekuatan batin supaya mampu menahan beban yang dialami oleh suaminya. Allah memberikan hikmah dan ilmu tanpa belajar untuk memuliakan dan tidak menyakiti suami, walaupun sewaktu-waktu suaminya menjadi ujian kesabarannya. Dan terakhir, Allah memberikan kemampuan dan keajaiban untuk mudah menangis, sebagai pengecualian dari semua kekuatan di atas."
"Tangisan bagi Ibu adalah kelemahan di satu sisi tetapi di sisi lain tangisan adalah kekuatan dan merupakan senjatanya. Dengan menangis itulah Ibumu memenuhi hajatnya. Dengan menangis itulah Ibumu mengeluarkan seluruh duka dan tekanan batinnya. Ketahuilah cucuku, bahwa kecantikan seorang wanita bukan terletak pada pakaiannya, tidak berada pada karakter yang dimilikinya, dan juga tidak terlihat pada rambutnya yang tersisir rapi. Kecantikan waniita itu terletak pada kedua matanya. Karena kedua mata itulah yang menjadi kunci, yang menghubungkan kamu dengan hatinya. Di mata itu lah tempat bersemayamnya cinta. Maka bagaimana pandangan kamu tentang linangan air mata wanita? Apakah kamu sudah melihat mengapa wanita mudah menangis?"
"Setiap tetesan air mata waniita tentu ada sebabnya, tetapi ingatlah kamu bahwa wanita adalah makhluk yang sangat perasa. Dan karena perasa itulah, maka sebab sekecil apa pun akan melukainya. Ketahuilah cucuku! Kesedihan dan sakit hati adalah angin panas atau energi negatif yang bisa berubah menjadi racun di dalam tubuh. Racun akan keluar bersamaan dengan keluarnya air mata di saat menangis. Sadarilah cucuku! Wanita atau Ibu... Dialah yang paling berat beban hidupnya. Dia harus mengandung, menyusui, dan mengurus rumah tangga. Karena urusan yang besar itulah, maka Allah memberikan kekuatan dan kemampuan yang luar biasa untuk meneteskan airmata ketika menangis. Semua itu tidak lain adalah untuk melepaskan beban, mengembalikan daya tahan, dan yang terpenting adalah membersihkan racun dari angin panas atau energi negatif. Dengan demikian, dia bisa tetap sehat dan selamat, sekaligus menyelamatkan anak-anaknya dari semua yang membahayakan dan mempengaruhinya."

(Dalam Buku 7 Keajaiban Wanita karya Ummu Aulia)



Ketika saya membaca tulisan ini, sungguh hati saya langsung tersayat-sayat.
Sebagai wanita, saya termasuk yang sering menangis.
Tetapi, sosok pertama yang langsung membayang dalam pikiran saya adalah Ibu.
Tidak ada seorang pun yang paling berjasa melebihi jasa seorang ibu. Seseorang yang rela memberikan nyawanya untuk anak yang dilahirkannya.
Ibu adalah wanita mulia yang tidak akan pernah tergantikan selamanya.
Ibu selalu merasa dirinya tidaklah sempurna, tapi cintanya sempurna kepada anak-anaknya.
Saya yakin, Ibu saya dan Ibu dari teman-teman semua adalah sosok-sosok wanita tangguh.
Namun, mungkin, di depan atau di belakang anak-anaknya, Ibu kita seringlah menangis.
Menangis karena bahagia.
Atau menangis karena sikap kita yang lalai pada-Nya.
Dan bahkan ketika Ibu mendoakan kita di sepertiga malam terakhir.
Subhanallah...
Ibu...
Tidak ada yang bisa saya ungkapkan selain cinta yang teramat dalam kepada seluruh Ibu di dunia...
Kepada seluruh wanita yang akan atau sedang menjadi calon Ibu...
Semoga tulisan yang saya kutip ini semakin meneguhkan rasa cinta kita kepada Ibu...
dan membuat para lelaki mengerti (atau lebih mengerti) tentang kaum wanita...







0 komentar:

Asa, My Inspiration

Bedah Buku Non Fiksi Asa, Malaikat Mungilku Karya Astuti J. Syahban

Namanya Asa Putri Utami. Bocah perempuan kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 31 Maret 1997. Ia baru duduk di kelas lima SD ketika diketahui mengidap lupus (Lupus Erythematous), penyakit mematikan yang keganasannya setara dengan kanker.
Padahal, Asa adalah anak yang periang dan aktif di berbagai kegiatan sekolahnya, mempunyai banyak teman dan sangat peduli terhadap teman-temannya. Asa mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang dokter dan penghafal Alquran. “Sebelum menjadi dokter, Asa harus hafal Al-Quran! Seperti yang didambakan dan selalu diimpikan oleh Mama,” demikian salah satu catatan dalam buku hariannya.

Sejak kecil Asa memang sering sakit-sakitan. Namun, kondisi tubuhnya itu tak menghalanginya untuk selalu aktif di sekolah. Dan ketika mengetahui dirinya mengidap penyakit yang mematikan, Asa benar-benar berjuang untuk mengalahkannya. Asa tak pernah mengeluh, semua konsekuensi pengobatan dia terima. Yang penting buatnya, dia bisa sembuh. Asa selalu optimis untuk sembuh, karenanya dia yakin bisa mewujudkan cita-citanya, menjadi dokter dan penghafal Al-Quran “Mama, aku ingin sembuh. Aku masih ingin bersekolah, ingin menghafal Alquran. Aku akan minta terus sama Allah, Ma,” kata Asa suatu kali kepada mamanya.

Optimisme Asa membuat kedua orang tuanya selalu terdorong untuk bekerja keras membiayai pengobatannya. “Kalaupun Asa akhirnya meninggal, papa ingin dia meninggal di rumah sakit, kerena dengan itu kita telah membuktikan, kita sungguh-sungguh mengobatinya,” tekad bapaknya.
Keluarga Asa bukan berasal dari keluarga mampu. Biaya pengobatan Asa banyak diperoleh dari kemampuan si ayah membuat tulisan, baik untuk company profile maupun penulisan biografi pengusaha-pengusaha di Solo. Satu hal keajaiban yang dirasakan keluarga itu, saat mereka membutuhkan dana besar untuk menebus obat atau biaya perawatan, Joko sering mendapat kemudahan mendapat order-order penulisan. Sering Joko mengerjakan order tulisannya di lobi rumah sakit tempat Asa dirawat.

Dengan penyakit lupus yang dideritanya, usia Asa diprediksi tak akan lama lagi. Kematian suatu saat akan menghampiri Asa. Ketika diberitahu perihal itu, Asa menghadapinya dengan tenang. “Pa, bagi Asa, penyakit ini tetap saja nikmat dari Allah”, ujar Asa polos satu waktu kepada ayahnya. Sang ayah terdiam. Tak mampu menanggapinya. Hanya dari pelupuknya berlinang air mata.
Seorang anak kecil yang masih bisa menyempatkan diri untuk peduli terhadap orang lain, walaupun hidupnya sendiri menderita karena penyakit yang dia idap. Suatu kali Asa mendapati teman sekamarnya di rumah sakit yang terlihat kesakitan. Asa meminta kepada ibunya untuk menanyakan nama pasien disampingnya. ”Namanya Ainun,” ujar ibunya. ”Ooo Ainun. Kasihan sekali dia. Ya sudah, aku beri hadiah Al-Fatihah saja,” ucapnya kepada ibunya.
Setelah sekian lama berjuang melawan penyakitnya, Asa menyerah kalah. Pada 11 September 2007, Asa, bocah berumur sepuluh tahun itu menghembuskan nafas terakhir dengan senyum di bibirnya. Senyum yang menyiratkan kemuliaan hidup Asa dan membuat orang-orang yang melihatnya tak mampu membendung air matanya.

Bahkan di keranda-pun, kedua belah bibir Ass tetap menyunggingkan senyum meski kedua matanya terpejam.
Lihat! Asa tidak mati! Ia hanya tidur.” Ucap seorang bocah cilik teman Asa. Iya…Asa tidak mati…Ia hanya tertidur di dunia ini, untuk kembali dibangkitkan di akhirat nanti.
Asa menghadapi kematian dengan senyuman, bagaimana dengan anda?

Ini tentang asa, ini tentang harapan yang terus tumbuh meski kenyataan seakan terpampang nyata di depan mata, bahwa dia sulit sembuh, bahwa sakitnya belum ada obatnya, bahwa hanya miracle yang yang menjadikan asanya menjadi nyata. Tapi asa dalam diri Asa Puteri Utami memang tak pernah mati. Bahwa meskipun akhirnya maut tak mampu dihindari, semangatnya tetap tak pernah padam, kenangan yang ditorehkan dalam lingkungan orang-orang yang dicintainya, menjadikannya sosok yang tak begitu mudah untuk dilupakan. Sebuah memoar yang mengandung hikmah yang mengaduk-aduk emosi, sulit rasanya untuk tidak menangis membaca kisah perjuangan seorang gadis cilik yang sedang berbahagia merenda masa depannya, harus berjuang melawan penyakit langka yang menggerogoti tubuhnya.

Banyak orang sakit kronis yang meninggal sebelum ruhnya meninggalkan jazadnya, karena keputusasaan mereka terkadang bunuh diri karena tak mampu melawan sakitnya. Tidak seperti asa, pun ketika sakitnya tak terampunkan lagi, asa Cuma berteriak ‘Allah…”! Hingga maut menjemputnya asa meninggal dalam untaian zikir yang terus bergema di sela-sela nafasnya. Asa meninggal dalam senyum dan keajaiban-keajaiban yang ditinggalkan. Asa beruntung berada dalam lingkup keluarga yang luar biasa, orang tua yang tiada henti harap, tiada henti meminta keajaiban. Dan keluarga yang mengikhlaskan kepergiaanya dengan indah. Mama yang luar biasa, yang tiada pernah menunjukkan kesedihannya, meski secara nyata dia sungguh rapuh, bukankah bagi seorang ibu, jika anaknya sakit, ibunya juga sakit bahkan lebih. Karena harus pandai-pandai menyembunyikan kesedihan. Buku ini tentang kekuatan antar ibu dan anak yang sama-sama di uji oleh-Nya. Sangat menggugah rasa…. Buku ini penuh inspirasi dan pesan kebaikan. Kita akan belajar kesabaran, keikhlasan dan ketulusan dari keluarga ini dalam menghadapi cobaan hidup mereka. Dan tentu saja kita akan belajar ketabahan dari seorang anak kecil yang selalu berpikir positif.


0 komentar:

Sebab Cintamu Ibu, Kusholihkan Diriku


Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pernah ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak bagi aku untuk berlaku baik kepadanya?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian setelah dia siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Disini ibu disebutkan Rasulullah 3x baru ayah 1x. Kalau boleh mengambil permisalan, maka seharusnya ibu punya tanggung jawab 3x lipat dari ayah. Ibulah yang mendidik anak-anaknya dalam porsi yang lebih besar. Semakin baik kualitas ibu, semakin baik generasi yang dihasilkan.

Begitu pula dalam firman-Nya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung dan menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS. Al-Ahqaf: 15)
Tidak ada seorang pun yang paling berjasa melebihi jasa seorang ibu. Seseorang yang rela memberikan nyawanya untuk anak yang dilahirkannya. Lalu pertanyaannya, apa balasan kita?  Begitu banyak anak yang dengan mudah melupakan jasa besar sang ibu. Kalau pun berbuat baik terkadang ada maksud tertentu, menginginkan sesuatu agar tujuannya terpenuhi, bahkan ada pula yang hanya datang setahun sekali menemuinya di hari raya. Basa-basi mencium tangannya dan lain sebagainya, sementara pesan-pesannya, nasihat-nasihatnya yang baik tidak pernah didengar, apalagi dipatuhi. Terlalu. Para ibu selalu menginginkan yang terbaik bagi anaknya dan merindukan anaknya agar mentaati Allah. Namun kebanyakan justeru membalas kebaikan ibunya dengan berbuat maksiat kepada-Nya. Tidakkah mereka takut akan kuasa-Nya karena termasuk golongan yang durhaka kepada ibunya?
Ingatlah Sorga terletak di bawah telapak kaki ibu(Al-Hadis).
Tidak ada artinya kebaikan seorang anak kepada ibunya secara material, sementara ia selalu berbuat maksiat kepada Allah. Karenanya banyak para ulama mengatakan: ”Pengabdian seorang anak yang paling baik bagi orang tuanya adalah menjadikan dirinya sebagai anak yang saleh.”Inilah rahasia hadits Rasulullah saw. yang berbunyi: ”Waladun shaalihun yad’u lahuu (anak yang shaleh yang selalu mendoakan untuk orang tuanya).” Perhatikan kata shalih dalam teks hadits tersebut. Ini untuk menegaskan bahwa hanya anak yang shalih yang benar-benar akan memberikan kebahagiaan bagi orang tuanya: bahagia secara material maupun secara spiritual. Sementara anak durhaka tidak akan pernah memberikan kebahagiaan hakiki bagi orang tuanya.

Ibu, sesosok perempuan yang kelihatannya lemah, tetapi sesungguhnya kehebatan pria-pria di dunia muncul dari didikannya, muncul justru dari kelemahlembutannya. Dibalik Kesuksesan seorang pria, pasti ada wanita hebat dibelakangnya. Sebagaimana Nabi Musa memiliki ibunya, Nabi Isa dengan Maryam sebagai ibunya, Nabi Ibrahim dengan Hajar disampingnya, Rasulullah juga memiliki Khadijah disampingnya, Ali memiliki Fatimah disampingnya, para shahabat pun demikian dan itu yang membuat mereka sangat luar biasa. Disisinya pria yang kuat pasti terdapat wanita yang hebat!. Ibu memiliki peran besar dalam perubahan dan perbaikan sebuah bangsa. Sebagaimana diutarakan Rasulullah, Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Karakter sebuah bangsa adalah hasil didikan para ibu di sana. Oleh karena itu,  jika menginginkan perubahan dan peningkatan kebaikan pada sebuah bangsa, mindset atau pola pikir dan kebiasaan baik para ibu ataupun calon ibu harus dibentuk sedemikian rupa. Sungguh kita dapat melihat betapa besarnya arti dan peran ibu dari sini.
Boleh jadi karena ibu telah membuka kunci-kunci kesempatan. menjauhkan bala dan marabahaya, menyingkirkan hambatan, atau mengangkat beban di pundak kita. Tidak ada orang tua yang sempurna, tapi cinta mereka sempurna. Hampir semua orang tua ingin menjadi orang tua terbaik bagi anak-anaknya. Kita saja yang tidak tahu mereka menangis malam-malam, menyesal entah karena kekurangan mereka atau karena kesalahan mereka, lantas berjanji esok hari terus berusaha menjadi orang tua yang baik. Doa seorang ibu tidak ternilai harganya...
Orangtua yang sholih sebenarnya hanya ingin punya anak yang sholih. Anak yang bisa selalu taat kepada Allah dan senantiasa mengamalkan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Salam. Sehingga dengan kesholihannya itu bisa membawa kepada kebaikan di dunia dan di akhirat. Dan anak yang sholih ini akan membawa kebaikan kepada kedua orangtuanya, karena doa anak yang sholih akan menolong kedua orangtuanya di akhirat kelak.
Namun, ada hadiah terbaik untuk kedua orangtua kita di akhirat kelak. Disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Salam :
"Daripada Buraidah Al Aslami ra, ia berkata bahawasanya ia mendengar Rasulullah s..a.w bersabda: "Pada hari kiamat nanti, Al Quran akan menemui penghafalnya ketika penghafal itu keluar dari kuburnya. Al Quran akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya: "Apakah anda mengenalku?".
Penghafal tadi menjawab; "saya tidak mengenal kamu." Al Quran berkata; "saya adalah kawanmu, Al Quran yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur pada malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan. Maka penghafal Al Quran tadi di beri kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan ditangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota perkasa. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi bagus yang harganya tidak dapat di bayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya: "kenapa kami di beri dengan pakaian begini?". Kemudian di jawab, "karena anakmu hafal Al Quran."
Kemudian kepada penghafal Al Quran tadi di perintahkan, "bacalah dan naiklah ketingkat-tingkat syurga dan kamar-kamarnya." Maka ia pun terus naik selagi ia tetap membaca, baik bacaan itu cepat atau perlahan (tartil)

Subhanallah, orangtua yang memiliki anak Hafidz Al-Qur’an akan mendapatkan jubah (kemuliaan) yang tidak didapatkan di dunia.
Sahabatku, berjuanglah dengan sungguh-sungguh dan selalu bertekad untuk menjadi penghafal Al-Qur’an. Kuatkan azzam, “Saya ingin menjadi Hafidz Al-Qur’an, agar saya bisa memuliakan kedua orangtua di dunia dan akhirat.” Senantiasa istiqomah dalam membaca Al-Qur’an, mempelajari, dan mengamalkannya, serta menghafalkannya. Ikutilah Halaqah Al-Qur’an, agar terus termotivasi untuk mempelajari Al-Qur’an dan senantiasa menjaga diri dari kemaksiatan. Mudah-mudahan Allah menolong kita semua, dan menjadikan kita menjadi anak yang bisa memuliakan kedua orangtua dengan menjadi penghafal Al-Qur’an. Aamiin Ya Robb.

Satu Rindu

Hujan teringatkan aku
Tentang satu rindu
Dimasa yang lalu
Saat mimpi masih indah bersamamu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu Oh ibu

Allah izinkanlah aku
Bahagiakan dia
Meski dia telah jauh
Biarkanlah aku
Berarti untuk dirinya
oh ibu oh ibu kau ibu


 PUISI UNTUK IBU

Ibu, bila semua orang berkata langit itu sangat tinggi.
Sungguh masih lebih tinggi cintamu kepadaku.
Bila semua orang berkata lautan itu sangat dalam.
Sungguh masih lebih dalam kasihmu kepadaku.
Bila semua orang berkata bukit itu sangat kokoh.
Sungguh masih lebih kokoh perhatianmu kepadaku.
Tak sanggup kata melukiskan kebaikanmu.
Tak sampai nyawa membalas budi baikmu.
Kecuali keshalihanku.
Agar sungai keringat jerih payahmu menjadi amal jariah.
Allahu a’lam bish shawab


Terima Kasih Ibu.. ^_^


0 komentar:

Antara Aku dan Hujan


Hampir setiap hari, di tengah perjalanan menuju DS (http://www.darushshalihat.org/) seperti biasa, aku ditemani oleh sang hujan. Cuaca pada saat itu memang sering sekali turun hujan, tapi wajar saja karena bulan ini memasuki musim hujan. Suatu hari, hujan yang sangat deras membuat jalanan tergenang air beberapa senti, sesaat surut, berhenti., namun rintik hujan kembali lagi. Sesaat ku menengadahkan kedua tangan. Menampung cucuran air dalam kedua telapakku dan mengusapnya ke wajahku. Dan kalau pun yang kedua itu tak kulakukan saat hujan turun, minimal aku selalu memperhatikan rintiknya dari kejauhan. Melihat butir-butir air jatuh diatas dedaunan lalu turun perlahan. Bau tanah basah oleh air hujan memberikan ketenangan yang dalam. Hujan selalu menjadi pengiring untuk mengenang kisah yang telah lalu. Hujan adalah salah satu perantara pertemuan langit dan bumi. Selain petir, pelangi, dan bintang jatuh.
Semakin beranjaknya usia, aku mulai mengenal kata pelangi. Pelangi yang turun setelah hujan. Yang kata orang sangat indah dan ada 7 warna berpadu di dalamnya. Beberapa kali kulihat pelangi yang melengkung indah saat hujan turun dengan semburat warnanya yang jelas.
Namun, sering juga setelah hujan turun sang pelangi tak muncul seperti yang kuharapkan. Dari situ, aku mengerti akan satu hal, yakni harapan bahwa akan ada cahaya indah setelah hujan. Layaknya setiap masalah yang muncul akan diiringi dengan jalan keluar sesudahnya.

Dan dalam fase hidup yang sekarang, di mana aku bukan anak kecil yang bermain hujan lagi atau pun sosok gadis yang ingin melihat pelangi setelah hujan turun, bagiku hujan selalu menjadi pucuk-pucuk rinduku di setiap akhir tahun. Waktu hujan adalah salah satu mustajabnya doa, sehingga mahsyur bagi kaum muslimin doa yang dilantunkan ketika hujan turun:

Dari ‘Aisyah, sesungguhnya Rasulullah jika melihat hujan turun, beliau berdoa:
 اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا (Allaahumma shoyyiban naafi’aa)
 “Ya Allah, jadikanlah ini hujan yang bermanfaat.”

“Dan Kami turunkan dari langit air yang bersih lagi suci yang dengannya Kami akan menghidupkan negeri (tanah) yang mati dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk kami, binatang-binatang ternak, dan manusia yang banyak. Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia agar mereka mengambil pelajaran (daripadanya), akan tetapi kebanyakan manusia enggan kecuali mengingkarinya.” (QS. al-Furqan : 48-50).

Bagaimana dengan kalian?
Apakah kalian juga merindukan datangnya hujan?
Semoga rindu itu berbuah pada dua hal, yakni SYUKUR atas semua nikmat yang telah Allah berikan dan PENGHARAPAN atas doa-doa yang kita panjatkan agar diijabah-Nya....
Aamiin Ya Rabb...
n_n



0 komentar:

Belajar Seteguh Melati.. n_n

The philosophy of Jasmine


Melati (Jasmine) adalah melati, melati yang tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Yang tak memiliki warna lain dibalik warna putihnya juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya baik panas, hujan, terik ataupun badai yang datang melati tetap putih. Kemanapun dan dimanapun ditemukan, melati akan tetap menjadi melati selalu putih.
Melati.Pada debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya hingga menutup warna kelopaknya. Pada angin ia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu- debu itu agar ia tetap putih berseri. Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia ikut, ke kiri ia pun ikut. Namun melati tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya.
Melati. Pada hujan ia menangis agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami, bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes.
Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan akan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran. Karena hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya. Pada hujan pula ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.
Melati. Pada tangkai ia bersandar agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya agar kelak, apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpapengorbanan? Adakah kasih sayang tanpa cobaan?
Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih.
Jika daun itu tak lagi hijau, menguning atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi putih? Maka, melati akan terus berhati-hati membawa diri. Ia akan tetap mawas diri dan menyadari kodratnya adalah melati. Dan haruslah tetap menjadi melati.
Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik karena masing-masing memahami tugas dan peranannya.
Melati tak pernah iri menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu juga sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.
Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan sinarnya yang menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang telah beku oleh pekatnya malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya yang memecah kebekuan  seolah membuat melati merekah dan segar di setiap pagi.
Terpaan sinar mentari, memantulkanhaya kehidupan yang penuh gairah, pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga menunggu mentari esok kembali bertandang.
Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa yang bersamanya. Indah menghiasi memberi harum semua taman yang disinggahinya, melati tak pernah terlupakan untuk disertakan.
Atas nama cinta dan keridhoan Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri di semua suasana alam.
Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya, yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya. Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk menjalani setiap perannya. Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkanpada warna aslinya, tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya
Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati, seputih melati. Dan orang memandangnya juga seperti melati.
Melati. Meski ia telah mati, alam akan tetap mengenang dirinya dan harum wanginya terus menerus tertinggal pada alam yang pernah disinggahinya. Melati yang teguh akan dirinya, melati yang menyadari peran putihnya, melati yang rela berbagi keharumannya, melati yang tak pernah tertarik merubah warna kelopaknya. Dari luar ia berwarna putih dan dari di dalam daging kelopaknya pun semakin putih.
Jadikanlah aku melati-MU, yang bisa menyadari peranku disekitarku, yang menyadari kodratku seperti halnya melati menyadari kodratnya. Melati yang tak berduri, melati yang melindungi diri dengan keteguhan dan keyakinannya kepada Pencipta Alam. Melati yang membalas setiap kesakitannya dengan kasih sayang perdamaian. Melati yang terus akan tetap menjadi melati.


“Aku adalah saya dan saya adalah aku, Aku yang tak seperti kamu dan tak akan menjadi kamu. Karena aku adalah aku, dan kamu adalah kamu namun aku dan kamu adalah kita."


0 komentar: